Membangun Jembatan Antar Generasi dalam Organisasi

Perbedaan pola pikir, pola kerja, dan cara komunikasi dari setiap generasi bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan “generation tension”

 

Organisasi dituntut untuk mampu mendamaikan perbedaan dan membangun instrumen yang mengakomodasi perbedaan generasi supaya lebih mudah menghadapi setiap masalah yang disebabkan oleh pengelompokan generasi.

Hari ini, salah satu tantangan para pimpinan organisasi adalah memimpin anggota dari berbagai generasi. Merujuk Don Tapscott dalam bukunya Grown Up Digital, saat ini, di setiap organisasi setidaknya ada empat generasi, yaitu Generasi Baby Boomers yang lahir sebelum tahun 1965, generasi Gen X yang lahir antara tahun 1965-1979, generasi Gen Y atau sering disebut Millenials, mereka yang lahir antara tahun 1980-1996 dan generasi Gen Z adalah mereka yang lahir 1997 sampai 2010.

 

Masing-masing generasi memiliki keunikan dan ciri khas yang bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan “generation tension” yang bisa merusak organisasi. Hal ini tentunya akan menimbulkan masalah karena adanya perbedaan pola pikir, pola kerja, dan cara komunikasi dari setiap generasi, belum lagi adanya teknologi baru yang semakin membuat adanya perbedaan yang sangat menonjol.

  • Generasi Baby Boomers adalah generasi yang loyal dan birokratik, mereka sangat senang apabila diberikan apresiasi secara terbuka oleh pimpinan. 
  • Generasi Gen X adalah mereka yang sangat adaptif dan fokus pada hasil sehingga generasi ini lebih senang diberi kebebasan. 
  • Generasi Gen Y adalah mereka yang sangat tertarik dengan fleksibelitas, kepedualian, dan kebermanfaatan. Generasi Gen Y ini sangat mengharapkan pimpinannya dapat menjadi mentor bukan mandor. 
  • Generasi Gen Z adalah generasi yang baru memasuki dunia kerja, mereka lebih cenderung mendapatkan motivasi melalui penghargaan sosial, mentoring dan mendapatkan feedback terus menerus. Generasi Gen Z ini akan sangat menghargai kesempatan untuk mencoba dan personal growth

Ini merupakan salah satu tantangan bagi para pemimpin organisaasi di abad ini, pemimpin harus dapat membuat anggota mereka bisa bekerja sama dengan baik untuk mencapai visi dan misi organisasi. Pemimpin harus mempelajari berbagai karakter dari setiap generasi untuk meminimalkan risiko konflik yang akan terjadi.

 

Baca : IFI Menghadapi Era Disrupsi & Dinamika Multigenerasi

 

***

 

Menarik membaca sebuah artikel yang diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Rabu, 24 Februari 2021 dengan judul "Tantangan Perbedaan Generasi di Dalam Organisasi" yang ditulis oleh Muhamad Ali , Pemerhati Human Capital

 

Zaman dulu, ada kiasan tentang istilah bayi berkalung usus, yakni bayi yang lahir dengan usus ibunya melilit di leher si jabang bayi. Bayi-bayi yang lahir dengan cara seperti itu dipuji luwes dalam pergaulan dan pintar dalam penampilan. Begitulah generasi lama didefinisikan. Generasi yang tidak hidup di zaman digital. Generasi konvensional. Generasi analog. Generasi zaman ini sudah berbeda. Mereka lahir, tapi tidak lagi berkalung usus ibunya. Tapi, “berkalung kabel” dari segala peralatan yang mengiringi kehadirannya di dunia. Ya, peralatan medis, ya peralatan komunikasi. Ibu yang baru saja melahirkan bayinya bisa langsung mengunggah status barunya ke media sosial. Itulah generasi digital. Generasi yang ketika mencium udara dunia untuk pertama kali sudah langsung eksis di jagat digital. 

 

Lalu, terbentuklah kontras antara keduanya. Generasi konvensional versus generasi modern. Orang kuno melawan orang baru. Kaum analog lawan kaum digital. Generasi kolonial versus generasi milenial. Generasi analog versus generasi digital atau digital natives. Dan, kontras-kontras lainnya yang bersifat mempertentangkan. 

 

Di antara dua kutub yang diperdebatkan dan dipertentangkan itu terdapat generasi antara, yakni mereka yang setengah analog, tetapi juga sudah melek digital. Mereka disebut imigran digital. Jika dibuat lintasannya, kira-kira urutannya adalah sebagai berikut: generasi analog, generasi imigran digital, dan generasi digital sepenuhnya. 

 

Dalam dunia kerja hari ini, analog dan digital masih merupakan satu lintasan karena ada banyak aktivitas atau pekerjaan yang belum dapat didigitalisasi secara penuh. Bisnis dan korporasi modern memang sudah semakin bertumpu pada platform digital karena bagaimanapun, sebagaimana tesis saya dalam tulisan di harian ini sebelumnya, ekosistem digital merupakan jawaban dari setiap aktivitas manusia di masa depan sebab dapat mengatasi kendala mobilitas, ketidakakuratan, dan kelambatan yang khas pada ekosistem analog/nondigital. 

 

Perubahan Angkatan Kerja 

Setiap orang ada masanya, setiap masa ada orangnya. Waktu produktif bagi orang-orang lama –generasi analog, kaum konvensional, kelompok Baby Boomers—telah memasuki senjakala. Setiap organisasi apa pun hari ini telah didominasi angkatan-angkatan baru yang lebih muda, lebih bersemangat, lebih kuat, mengisi posisi-posisi yang ditinggalkan oleh generasi sebelumnya. 

 

Angkatan muda yang dinamakan milenial ini menjadi kluster paling dominan hari ini di tempat-tempat kerja. Bahkan, pada sebagian tempat, posisi-posisi itu juga sudah diisi oleh generasi lanjutan milenial, yakni mereka yang lahir setelah perubahan milenium tarikh 2000-an. Generasi umur 20-an, yang lebih populer disebut Gen Z atau generasi sentenial. 

 

Bagaimana organisasi harus beradaptasi dengan perubahan komposisi angkatan kerja semacam ini? Bagaimana kita menyiapkan diri, menyiapkan masing-masing generasi untuk membangun tim yang tidak terkotak-kotak dan terjadi kesenjangan sehingga roda organisasi tetap dapat bergulir sesuai dengan arah dan tujuan organisasi. 

 

Masing-masing generasi memiliki pengalaman, nilai-nilai, dan sikap hidup yang berbeda-beda. Tidak hanya itu, mereka juga memiliki skillset, kapasitas, dan metode kerja yang juga berbeda-beda sehingga memerlukan alignment supaya tidak terjadi benturan yang merugikan organisasi menjalankan proses bisnis dan operasional. 

 

Bagaimanapun perbedaan di antara keduanya sering bersifat tajam, bahkan bertentangan. Yang lebih tua merasa anak-anak yang muda memiliki etos kerja yang lebih jelek dibandingkan mereka. Juga, merasa bahwa yang tua lebih bisa berdisiplin dan taat terhadap setiap aturan atau norma. Sementara yang lebih muda berpandangan yang tua terlalu kaku dan tidak terbuka terhadap nilai dan pandangan baru. Terlalu sulit memahami dan menggunakan berbagai macam teknologi, dan sudah terlalu lambat dalam bergerak menyiasati situasi yang berkembang hari ini. 

 

Mendamaikan Perbedaan 

Organisasi dituntut untuk mendamaikan pertentangan yang dikotomis seperti ini. Kunci terpentingnya terletak pada para pemimpin yang menggerakkan roda organisasi, mulai dari para pemimpin di tingkat bawah, menengah, sampai dengan tingkat atas. Para pemimpin di dalam organisasi ini sebenarnya juga mewakili tiap generasi, di mana yang tua berada di atas, sedangkan yang muda memimpin di level bawah. 

 

Organisasi –baik bisnis maupun birokrasi—harus berani untuk melakukan blending pada tiap level kepemimpinan sehingga manajemen di setiap level harus memiliki keragaman angkatan kerja dari sisi generasi. Manajemen –terutama di level atas—harus memberikan ruang bagi generasi milenial untuk mulai mengenal sudut pandang organisasi dari titik yang lebih tinggi. Pemimpin-pemimpin muda di dalam organisasi harus diajak terbang untuk melihat dari tempat yang lebih tinggi sehingga ia memiliki cakrawala dan cara pandang yang lebih luas. 

 

Sementara pada level bawah manajemen pada umumnya relatif lebih heterogen daripada kondisi pada manajemen puncak. Pada kondisi ini, yang dibutuhkan adalah seperangkat metode, pelatihan/training, aturan, ataupun kegiatan, yang mampu membuat interaksi antara generasi lama dan baru di dalam organisasi memiliki interaksi yang lebih mendalam sehingga terjadi pertukaran nilai, pengalaman, keterampilan, kemampuan, dan keahlian di antara sesama pemimpin di level menengah yang berbeda secara usia. 

 

Organisasi dituntut untuk mampu mendamaikan perbedaan pada setiap level kepemimpinan dengan menetapkan arah atau tujuan organisasi sebagai satu-satunya pedoman yang disepakati bersama, ke mana arah organisasi akan bergerak. Apabila organisasi dapat membangun instrumen yang mengakomodasi perbedaan generasi, niscaya mereka akan jauh lebih mudah menghadapi setiap masalah yang disebabkan oleh pengelompokan generasi tersebut. 

 

Tips Memimpin Tim Lintas Generasi

Berikut adalah tips memimpin tim lintas generasi yang dirangkum oleh Yenni Ratna Pratiwi dalam artikelnya di situs https://www.djkn.kemenkeu.go.id  yang berjudul  “Lintas Generasi, Begini Cara Memimpinnya” :

1. Menemukan Kesamaan

Menemukan kesamaan dari berbagai generasi memang tidak mudah, tapi pasti ada solusinya. Tugas pemimpin adalah harus dapat menemukan kesamaan yang dapat menjadi kekuatan tim. Misalnya generasi Baby Boomers dan Generasi Gen X suka berbagi ide, sedangkan Generasi Gen Y dan Generasi Gen Z suka mengungkapkan ide-ide “gila” atau menantang. Kesamaan ini bisa menjadi modal untuk menjalin kolaborasi antar generasi.

 

2. Mendorong Kolaborasi

‘Berkolaborasi’ dengan berbagai generasi sepertinya adalah pilihan yang baik. Generasi Baby Boomers memiliki optimisme sehingga dapat membuat tim melihat sisi positif dalam organisasi. Generasi Gen X dapat mendorong setiap orang menjadi jujur dalam bekerja dan Generasi milenial adalah anak muda yang inovatif, kompeten dan sangat menghargai keseimbangan kehidupan dan pekerjaan. Dengan berkolaborasi tentunya akan membentuk tim yang solid yaitu optimis, jujur, dan inovatif.

 

3. Memahami etos kerja semua generasi

Pegawai generasi baby boomers dan generasi gen X sudah berpengalaman di dunia kerja selama bertahun-tahun. Mereka perlu mendapatkan apresiasi dan dihargai atas kerja keras mereka sehingga hal ini dapat memotivasi mereka. Sedangkan generasi milenial butuh mendapatkan kepercayaan. Mereka akan merasa lebih dihargai jika mendapat kepercayaan dan diberi kewenganan menjalankan idenya.

 

***

 

Memang, untuk mengatasi perbedaaan generasi, seorang pemimpin harus dapat mengenal masing-masing generasi dengan baik. Pendekatan dalam pengelolaan sumber daya manusia juga harus disesuaikan dengan masing-masing generasi karena mungkin saja pendekatan yang efektif diterapkan pada generasi baby boomers dan sebagian generasi gen X tidak cocok dan dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada generasi gen Y atau generasi gen Z. 

 

Pahami masing-masing generasi dan penuhi harapan mereka, setelah itu berdayakan dalam satu tim yang saling melengkapi. 

Write a comment